Warta Sabtu, 13 Desember 2025 - 19:12 WIB YOGYAKARTA, VIVA Jogja - Maraknya akomodasi ilegal di Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menjadi sorotan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY menilai keberadaan penginapan tak berizin telah menyerap pangsa pasar hotel resmi hingga 10–30 persen. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyebut fenomena ini bukan sekadar soal persaingan usaha, melainkan ketidakadilan regulasi. Tarif yang ditawarkan akomodasi ilegal cenderung lebih murah karena tidak dibebani kewajiban pajak maupun perizinan. Data terbaru menunjukkan jumlah akomodasi nonperizinan di DIY mencapai belasan ribu unit, mulai dari vila, homestay, rumah tinggal, hingga kos eksklusif yang disewakan harian. Angka ini menegaskan skala masalah yang jauh lebih besar dibanding perkiraan sebelumnya. Selain menekan okupansi hotel resmi, keberadaan penginapan ilegal juga menimbulkan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pajak penginapan yang seharusnya menjadi sumber pemasukan daerah tidak terserap optimal.Kepala Dinas Pariwisata DIY, Imam Pratanadi, menegaskan bahwa penertiban akomodasi ilegal membutuhkan kerja sama erat dengan pemerintah kabupaten/kota. Menurutnya, kewenangan pendataan dan penindakan berada di ranah pemerintah daerah. Dispar DIY bersama Kementerian Pariwisata RI telah melakukan pendataan terhadap akomodasi nonperizinan yang terdaftar di aplikasi online travel agents (OTA). Ke depan, seluruh pelaku usaha penginapan diwajibkan memiliki izin resmi agar tercatat dalam sistem pemerintah. Meski begitu, Imam mengakui belum ada kajian pasti mengenai potensi PAD yang hilang akibat akomodasi ilegal. Namun, ia menekankan bahwa nilainya cukup besar dan layak menjadi perhatian serius. Sementara itu, PHRI berharap pemerintah daerah lebih tegas dalam menertibkan penginapan tak berizin, bukan hanya di Kota Yogyakarta, tetapi juga di kabupaten lain yang kini menjadi magnet wisata.Fenomena ini muncul di tengah tren meningkatnya reservasi hotel jelang libur akhir tahun. PHRI DIY mencatat okupansi hotel resmi baru mencapai 35–50 persen, angka yang bisa lebih tinggi jika pasar tidak digerus oleh akomodasi ilegal. Bagi pelaku usaha resmi, kondisi ini menimbulkan dilema: di satu sisi harus memenuhi kewajiban pajak dan standar pelayanan, di sisi lain harus bersaing dengan akomodasi murah yang bebas regulasi. Halaman Selanjutnya Maraknya akomodasi ilegal di DIY dengan jumlah mencapai belasan ribu unit jelas bukan sekadar isu teknis. Ini adalah tantangan struktural bagi tata kelola pariwisata dan penerimaan daerah. Tanpa langkah tegas, industri perhotelan resmi akan terus tertekan, sementara potensi PAD daerah terbuang percuma.