Ringkasan Berita: Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan hingga saat ini angka reservasi hotel untuk periode 20 - 31 Desember baru 30 - 50 persen. Meski Kemenhub memprediksi pergerakan 5 juta orang ke Jogja, Deddy mengritisi bahwa hal itu tidak serta merta berbanding lurus dengan tingkat hunian hotel anggota PHRI. Faktor menjamurnya akomodasi non-hotel seperti homestay, vila, hingga kos-kosan harian yang tak terkendali, ditengarai menjadi penyebab 'kebocoran' okupansi. TRIBUNJOGJA.COM - Berbeda dengan ekspektasi lonjakan wisatawan, angka reservasi hotel di Yogyakarta justru menunjukkan tren belum menggembirakan jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan, bahwa hingga saat ini angka reservasi hotel untuk periode 20 - 31 Desember baru mencapai kisaran 30 - 50 persen. Tren pemesanan kamar tersebut, diangap masih minim jika dibandingkan dengan periode Nataru yang sama pada tahun sebelumnya. "Per hari ini reservasi itu baru mencapai 30 sampai 50 persen. Sedikit, saya bilang sedikit, sesuai data kita, ya," ungkapnya, saat dikonfirmasi, Jumat (12/12/25). "Yang jadi perhatian kita, justru menjelang tahun baru tanggal 30 dan 31 itu (reservasi) malah mulai menurun. Reservasinya sampai saat ini bisa dikatakan belum kelihatan hilalnya," tambah Deddy. Kendati demikian, ia menyebut, untuk reservasi hotel periode tanggal 20 hingga 29 Desember, kondisi reservasi malah tergolong cukup baik. Namun, jika dibandingkan dengan data reservasi 2024 lalu, Deddy mengakui adanya penurunan sekitar 10 - 15 persen pada tahun ini. Pihaknya berharap pola wisatawan yang datang secara mendadak atau walk-in guest bisa mendongkrak tingkat okupansi di detik-detik akhir. "Semoga sekarang kan modelnya walk-in guest, tidak melalui reservasi lagi. Itu yang kita harapkan, walk-in guest itu betul-betul ada," tuturnya. Akomodasi nonhotel menjamur Menanggapi prediksi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait pergerakan 5 juta orang ke Kota Yogyakarta, Deddy memberikan catatan kritis. Menurutnya, tingginya angka pergerakan manusia ke Kota Pelajar tidak serta merta berbanding lurus dengan tingkat hunian hotel anggota PHRI. Faktor menjamurnya akomodasi non-hotel seperti homestay, vila, hingga kos-kosan harian yang tak terkendali, ditengarai menjadi penyebab 'kebocoran' okupansi. "Itu (5 juta orang) mungkin bisa terjadi, tapi kan tidak semuanya stay di hotel. Tumbuhnya homestay, vila, kemudian kos-kosan harian yang tidak terkendali di DIY ini juga berpengaruh di tempat kita," tegasnya. Ia mendesak pemerintah daerah untuk menertibkan akomodasi tak berizin tersebut karena dinilai merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.