Sampit — Ketua penegak hukum rakyat Indonesia (PHRI) dan ketua (PPKHI) Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim, melayangkan surat keberatan resmi terhadap penetapan Taman Kota Sampit sebagai lokasi penyelenggaraan Road Race/Gubernur Motor Prix Open Race pada 13–14 Desember 2025. Keberatan tersebut disampaikan dengan dasar pertimbangan aspek regulasi, keselamatan publik, akses pelayanan kesehatan, serta perlindungan terhadap kegiatan keagamaan. Bertentangan dengan Kebijakan Daerah Dalam surat keberatannya, Suriansyah menegaskan bahwa penetapan Taman Kota Sampit sebagai venue balap motor bertentangan dengan Surat Edaran Bupati Kotawaringin Timur tanggal 31 Mei 2024, yang secara tegas melarang kegiatan berskala besar di sisi barat Taman Kota Sampit atau ruas Jalan Yos Sudarso. “Penyelenggaraan event di lokasi tersebut tidak selaras dengan kebijakan kepala daerah sendiri,” tulisnya. Ganggu Akses Pasien dan Ibadah Suriansyah memaparkan bahwa kegiatan balap motor berpotensi mengganggu aktivitas vital masyarakat di sekitar lokasi, khususnya: Akses pasien menuju Klinik Terapung/Obor Terapung yang dapat terhalang oleh penutupan jalan. Kekhusyukan ibadah di Gereja Katolik Santo Joan Don Bosco, yang berada sangat dekat dengan arena balap. Potensi mobilisasi penonton yang kerap memanjat pagar taman, menutup akses, dan menimbulkan risiko keselamatan. Menurutnya, fakta pada event-event sebelumnya menunjukkan bahwa panitia tidak mampu menjamin pengamanan yang memadai. Menabrak Regulasi Penataan Ruang dan Lingkungan Suriansyah juga mengutip sejumlah dasar hukum, di antaranya: UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mengatur bahwa Ruang Terbuka Hijau (RTH) tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan berisiko tinggi. UU No. 22 Tahun 2009 yang mensyaratkan izin Polri dan analisis dampak lalu lintas bagi kegiatan yang menggunakan jalan umum. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terkait kewajiban pemenuhan baku mutu kebisingan dan dokumen lingkungan seperti UKL-UPL atau SPPL. Selain itu, ia juga menyoroti kewajiban negara dalam menjamin hak beribadah dan pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 serta UU terkait kesehatan dan HAM. Minta Lokasi Dipindahkan Dalam surat tersebut, Suriansyah meminta pemerintah daerah serta panitia perlombaan untuk: Membatalkan penetapan Taman Kota Sampit sebagai lokasi road race. Memindahkan kegiatan ke tempat yang memenuhi standar keselamatan dan tata ruang, seperti sirkuit resmi atau kawasan yang lebih representatif. Menunjukkan transparansi perizinan, termasuk izin keramaian, rekomendasi Dinas Perhubungan, persetujuan lingkungan, dan rencana manajemen risiko. Menjamin perlindungan akses kesehatan dan ibadah selama kegiatan berlangsung. Siapkan Langkah Hukum Apabila keberatan tersebut tidak ditindaklanjuti, Suriansyah menyatakan siap menempuh jalur hukum melalui: Upaya administratif, termasuk somasi kepada panitia dan laporan ke Ombudsman atas dugaan maladministrasi. Gugatan perdata terkait perbuatan melawan hukum. Upaya pidana, khususnya terkait dugaan intimidasi dan ancaman kekerasan sebagaimana diatur dalam UU ITE. Dukungan Olahraga, Tapi Harus Sesuai Aturan,Menutup pernyataannya, Suriansyah menegaskan bahwa pihaknya tidak menolak pengembangan olahraga otomotif di Kalimantan Tengah. Namun, ia meminta agar pelaksanaan event tetap mengutamakan keselamatan warga, ketertiban umum, perlindungan lingkungan, serta penghormatan terhadap kegiatan ibadah dan kesehatan. “Kami mendukung penuh pengembangan olahraga otomotif. Namun harus dilakukan di lokasi yang aman, sesuai aturan, dan tidak mengorbankan kepentingan publik,” Pungkasnya, (*/rls/tim/red). .