Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Pelaku Usaha Soroti Raperda KTR, Bisa Timbulkan Masalah Sosial dan Tekan Pendapatan

Bakal Bebani Usaha Hotel & Restoran, Raperda KTR Disebut Bisa Timbulkan Masalah Sosial Baru TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Gelombang penolakan terhadap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) disuarakan sejumlah pihak. Diketahui, pansus Raperda KTR di DPRD DKI Jakarta telah melakukan finalisasi keseluruhan terhadap aturan tersebut. Di mana dalam draft finalisasi itu tidak ada perubahan berarti terkait pasal-pasal yang dianggap kontroversial dan mendapat penolakan. Di antaranya terkait perluasan kawasan tanpa rokok pada tempat hiburan seperti hotel, restoran, kafe, bar, live musik dan sejenisnya.  Menurut Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, sikap Pansus Raperda KTR yang tak mendengarkan aspirasi dari pelaku usaha, diproyeksikan akan menambah beban berat sektor jasa pariwisata.  Iwantono mengatakan, jika tidak ditanggulangi dengan baik, proyeksi PHRI, pendapatan daerah makin tergerus, target pajak juga sulit dicapai karena pendapatan hotel akan menurun.  “Kami melihat masukan dan aspirasi dari industri hiburan itu kurang didengarkan ya. Padahal dampak dari aturan ini cukup nyata, terutama bagi UMKM.  Langkah-langkah konsolidasi akan kami lakukan, dengan tetap membangun komunikasi yang baik, yang sehat antara pelaku usaha dengan pemerintah untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik, win-win solution, supaya dampaknya tidak terlalu memberatkan,” terang Iwantono, Selasa (7/10/2025).  Diketahui pada 2025 ini industri perhotelan dan restoran di Tanah Air sudah terpukul, dengan 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian.  Banyak usaha terpaksa mengurangi karyawan dan melakukan efisiensi. Padahal industri ini menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.  Jika tidak dilakukan urun rembug antara pelaku usaha dan pemerintah, Iwantono mengkhawatirkan situasi ini akan menimbulkan masalah-masalah sosial baru.  “Pada akhirnya pasti timbul masalah-masalah sosial, daya beli masyarakat yang turun, pajak juga turun.  Oleh karena itu, kami masih menginginkan dialog yang baik, diskusi antara asosiasi pelaku usaha dengan pemerintah dan stakeholder lain supaya bisa menemukan jalan yang terbaik.  Harapan kami, legislatif maupun eksekutif membuka diri, membuka pintu untuk dialog,” tegas Iwantono.