Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Bebani Usaha Hotel dan Restoran, PHRI Sebut Raperda KTR Bisa Timbulkan Masalah Sosial Baru

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Panitia Khusus Rancangan Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Pansus Raperda KTR) DKI Jakarta kejar tayang melakukan finalisasi keseluruhan pembahasan pasal pada Kamis, 2 Oktober 2025. Tidak ada perubahan berarti terkait pasal-pasal perluasan kawasan tanpa rokok pada tempat hiburan seperti hotel, restoran, kafe, bar, live musik dan sejenisnya. Pansus Raperda KTR DPRD DKI Jakarta yang menghiraukan aspirasi dari pelaku usaha, diproyeksikan akan menambah beban berat sektor jasa pariwisata.  Seperti diutarakan oleh Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, jika tidak ditanggulangi dengan baik, proyeksi PHRI, pendapatan daerah makin tergerus, target pajak juga sulit dicapai karena pendapatan hotel akan menurun.  “Kami melihat masukan dan aspirasi dari industri hiburan itu kurang didengarkan ya. Padahal dampak dari aturan ini cukup nyata, terutama bagi UMKM. Langkah-langkah konsolidasi akan kami lakukan, dengan tetap membangun komunikasi yang baik, yang sehat antara pelaku usaha dengan pemerintah untuk mencarikan jalan keluar yang terbaik, win-win solution, supaya dampaknya tidak terlalu memberatkan,” ungkap Iwantono dalam keterangan resminya, Senin (6/10/2025). Sebagai informasi, pada 2025 ini industri perhotelan dan restoran di Tanah Air sudah terpukul, dengan 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian. Baca juga: Pedagang Kecil Kecewa Merasa Dirugikan Raperda KTR, Sebut Pansus Jadikan Mereka Anak Tiri Banyak usaha terpaksa mengurangi karyawan dan melakukan efisiensi. Padahal industri ini menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja dan menyumbang 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Jika tidak dilakukan urun rembug antara pelaku usaha dan pemerintah, Iwantono mengkhawatirkan situasi ini akan menimbulkan masalah-masalah sosial baru.  “Pada akhirnya pasti timbul masalah-masalah sosial, daya beli masyarakat yang turun, pajak juga turun. Oleh karena itu, kami masih menginginkan dialog yang baik, diskusi antara asosiasi pelaku usaha dengan pemerintah dan stakeholder lain supaya bisa menemukan jalan yang terbaik. Harapan kami, legislatif maupun eksekutif membuka diri, membuka pintu untuk dialog,” jelas Iwantono.  Sementara itu, perwakilan eksekutif, Afifi, Ketua Sub Kelompok Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan Rakyat Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta menegaskan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh pedagang kecil, pelaku UMKM masih didengarkan agar tidak dirugikan sesuai dengan komitmen Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.  "Setelah selesai pembahasan di Pansus akan kami sampaikan ke Pak Gubernur dan kalau memungkinkan akan di-rapimkan agar masukkan semua SKPD terkait itu bisa kita serap. Jadi, pada prinsipnya, draftnya masih terbuka, masih dinamis. Masukan dari masyarakat ini masih memungkinkan untuk dimasukkan," ujar Afifi belum lama ini.(m27) Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp. Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.