Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mengeluhkan besarnya pajak yang ditanggung oleh perhotelan. Pajak tersebut menambah beban operasional hotel di tengah lesunya ekonomi. Pajak yang dirasa paling memberatkan perhotelan adalah Pajak Bumi Bangunan dan Pajak Air Tanah. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Wiyos Santoso mengatakan hotel di DIY bisa mengajukan keringanan pajak. Keringanan pajak tersebut bisa disampaikan melalui BPKAD kabupaten/kota masing-masing. "Kalau PHRI atau hotel ada yang keberatan, sebetulnya bisa mengajukan keberatan atau keringanan pajak tersebut ke BPKAD masing-masing kabupaten/kota sesuai lokasi hotel," katanya, Kamis (18/09/2025). Baca juga: APINDO DIY Dukung Program Magang Berbayar, Namun Ada Tantangan yang Dihadapi Ia menyebut pajak, khususnya PBB dan Pajak Air Tanah menjadi milik kabupaten/kota, sehingga BPKA DIY tidak bisa memfasilitasi keringanan. Permohonan keringanan pun tidak terbatas pada pajak tertentu saja. "Semua bisa, dan dalam pengajuan kan ada alasan-alasannya. Itu menjadi bahan pertimbangan menentukan besar keringanannya," ujarnya. Sebelumnya, Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono menerangkan daya beli masyarakat turun drastis dibandingkan dengan tahun 2024 silam. Dampaknya, okupansi hotel di DIY pun ikut merosot. Pihaknya menargetkan rata-rata okupansi hotel di DIY mencapai 50 persen. Namun saat ini rata-rata okupansi hanya sekitar 35-40 persen. Pajak membuat biaya operasional semakin tinggi, padahal okupansi baik kamar maupun MICE di bawah target. Mau tak mau, perhotelan juga harus melakukan efisiensi. Salah satu efisiensi yang dilakukan adalah mengurangi jam kerja karyawan. "Ya kami tetap melakukan efisiensi. Pemerintah kan juga masih melakukan efisiensi sampai 2026. Kami tidak bisa melawan itu (efisiensi)," ujarnya. (*)