TEL AVIV (Arrahmah.id) — Di tengah dentuman roket dan serangan udara yang menghantam Gaza, kenyataan di lapangan, akhir-akhir ini banyak warga ‘Israel’ yang justru balik menolak aksi tersebut. Mereka malah turun ke jalan, membawa spanduk “Stop the Genocide” atau “Not in Our Name”, bahkan menyerukan gencatan senjata demi warga Gaza. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting: mengapa sekarang warga ‘Israel’ yang justru bersimpati pada perjuangan rakyat Palestina, bahkan ketika negaranya berada dalam konflik bersenjata? Ada tiga alasan utama, yaitu: 1. Alasan Kemanusiaan Serangan balasan ‘Israel’ ke Gaza setelah 7 Oktober 2023 menimbulkan korban sipil yang sangat besar. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat lebih dari 40.000 warga Palestina tewas sejak awal perang, mayoritas perempuan dan anak-anak. Versi Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 60.000 warga Palestina tewas. Kondisi ini memicu gelombang protes kemanusiaan dari sebagian warga ‘Israel’. Organisasi hak asasi manusia lokal seperti B’Tselem dan Physicians for Human Rights-Israel (PHRI) secara terbuka menuduh pemerintah melakukan kejahatan perang di Gaza. Para aktivis yang kerap turun ke jalan membawa poster bertuliskan “End the Gaza Genocide” dan “Ceasefire Now”. Pesan mereka sederhana: penderitaan Gaza bukan sekadar isu politik, tetapi tragedi kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan. 2. Krisis Kepercayaan terhadap Pemerintah Netanyahu Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 mengguncang ‘Israel’. Ribuan warga kehilangan keluarga, dan ratusan disandera. Bagi banyak warga, kejadian itu adalah bukti kegagalan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam menjaga keamanan nasional. Alih-alih fokus pada pembebasan sandera, pemerintah Netanyahu justru memperluas operasi militer di Gaza. Ribuan warga ‘Israel’ kemudian berdemonstrasi menuntut kesepakatan gencatan senjata demi penyelamatan sandera. Fenomena ini melahirkan krisis kepercayaan: sebagian warga mulai melihat bahwa solusi militer tanpa akhir bukan jawaban. Mereka menyimpulkan, satu-satunya jalan keluar adalah mendukung upaya damai—bahkan jika itu berarti mengakui hak-hak rakyat Palestina. Beberapa akademisi ‘Israel’ menulis di media internasional bahwa perdamaian jangka panjang hanya mungkin tercapai jika ‘Israel’ mengakui aspirasi Palestina. Sikap ini bukan sekadar kritik, melainkan bentuk dukungan terhadap perjuangan politik rakyat Gaza. 3. Faktor Identitas Sekitar 2 juta warga ‘Israel’ adalah keturunan Arab Palestina. Mereka memegang kewarganegaraan ‘Israel’, tetapi tetap memiliki ikatan budaya, bahasa, dan sejarah dengan warga Gaza maupun Tepi Barat. Ketika Gaza dibombardir, komunitas Arab ‘Israel’ menjadi kelompok yang paling lantang bersuara. Mereka menggelar protes solidaritas dan menyerukan penghentian blokade kemanusiaan. Riset Tel Aviv University menunjukkan mayoritas Arab ‘Israel’ mendukung solusi damai berbasis hak rakyat Palestina, berbeda jauh dengan opini mayoritas Yahudi Israel yang masih condong ke pendekatan militer. Dengan identitas ganda—sebagai warga ‘Israel’ sekaligus bagian dari bangsa Palestina—komunitas Arab Israel menjembatani suara perlawanan dari dalam Israel. Mereka tidak hanya mengkritik perang, tetapi juga menyatakan dukungan eksplisit terhadap perjuangan Gaza. Diluar semua itu, ada 5 golongan warga ‘Israel’ yang balik mendukung Palestina, yaitu: 1. Warga Arab Israel Jumlah mereka sekitar 20% dari populasi Israel (sekitar 2 juta orang). Nereka banyak bergabung dalam partai politik Arab Israel seperti Balad atau Hadash-Ta’al yang sering mengkritik kebijakan militer ‘Israel’ dan menuntut pengakuan hak-hak Palestina. 2. Kelompok Kiri Yahudi Israel Aktivis kiri di Tel Aviv, Haifa, dan Yerusalem ini bukan pro-Hamas, tetapi menolak kebijakan militer Netanyahu yang dianggap menghukum seluruh rakyat Gaza. Contoh kelompok kiri ini antara lain Standing Together (Omdim Beyachad) atau Anarchists Against the Wall. 3. Organisasi Hak Asasi Manusia Israel Lembaga seperti B’Tselem, Physicians for Human Rights-Israel (PHRI), dan Breaking the Silence, menjadi lembaga-lembaga HAM yang mendukung Palestina. 4. Akademisi, Seniman, dan Intelektual Progresif 5. Gerakan Protes Sipil untuk Sandera Gerakan ini, yang berisi ribuan warga ‘Israel’, kerap berdemonstrasi menuntut kesepakatan gencatan senjata demi pembebasan sandera oleh Hamas. Meskipun motivasinya adalah soal sandera, banyak peserta protes yang kemudian juga menyuarakan penghentian perang demi menyelamatkan warga Gaza. (hanoum/arrahmah.id)