Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

PHRI Kaltim Bongkar Masalah di Balik Aturan Royalti Musik, dari Tarif hingga Transparansi

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Aturan pembayaran royalti untuk pemutaran musik di kafe, restoran, dan hotel dinilai masih bermasalah oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kalimantan Timur (PHRI Kaltim). Sekretaris PHRI Kaltim, Febri Yudiono, menyebut regulasi yang dikeluarkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) tersebut masih multitafsir, tidak transparan, dan berpotensi memberatkan pelaku usaha. Menurut Febri, aturan yang berlaku saat ini telah menimbulkan kebingungan di lapangan. Bahkan di antara 74 hotel serta jaringan restoran dan kafe yang tergabung di PHRI Kaltim, ada yang sudah membayar royalti musik, namun tak sedikit pula yang masih ragu. Baca juga: Polemik Royalti Musik, Pemkot Balikpapan Siapkan Rapat dengan LMKN dan Pelaku Usaha "Menurut kami pengaplikasian dan regulasinya masih tumpang tindih dan belum jelas. Anggota kami ada yang sudah patuh, ada yang masih bimbang. Karena peraturannya masih multitafsir," ujarnya, Rabu (13/8/2025). Febri menegaskan, pihaknya sepenuhnya mendukung penghargaan terhadap karya seni, termasuk membayar royalti musik demi apresiasi kepada musisi dan pencipta lagu. Ia menyebut kafe, restoran, dan hotel justru bisa menjadi media promosi yang menguntungkan bagi karya musisi, sekaligus menciptakan suasana yang nyaman bagi pelanggan. Meski demikian, ia menilai hubungan saling menguntungkan ini memerlukan regulasi yang jelas, transparan, dan adil. Baca juga: Royalti Musik Menuai Polemik, PHRI Samarinda Minta Daftar Lagu Wajib Bayar Diperjelas Salah satu sorotan PHRI Kaltim adalah penentuan tarif royalti musik yang dianggap tidak relevan dengan kondisi di lapangan. Untuk hotel, tarif dihitung per kamar, sedangkan untuk restoran dan kafe dihitung per kursi dengan biaya Rp120 ribu per kursi. "Karena masalahnya, tidak semua kamar hotel memutar musik. Bahkan ada tamu yang sama sekali tidak menyalakan televisi atau perangkat audio," tegas Febri.PHRI Kaltim mendorong LMKN membuat sistem digital yang memudahkan pelaku usaha melakukan pembayaran royalti musik secara transparan dan terukur. Baca juga: Jerat Dilematis Royalti Musik, Praktisi Hukum Samarinda: Tidak Jelas dan Tidak Adil "Kami sangat mendukung program apapun yang diusulkan oleh pemerintah. Tapi kami ingin transparan. Jadi mungkin bisa segera membuat suatu platform yang bisa diakses oleh kafe, restoran, dan hotel agar bisa mengakses pembayaran royalti musik terhadap musisi-musisi ataupun seniman," pungkasnya. (*)