Pada akhirnya juga akan menggerus penerimaan pajak daerah.Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi B Sukamdani, mengkritisi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah dibahas DPRD DKI Jakarta. Ia menilai kebijakan ini berpotensi menurunkan jumlah pengunjung hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang pada akhirnya juga akan menggerus penerimaan pajak daerah.“Tapi kalau itu berdampak kepada penurunan pengunjung, penurunan tamu, sebetulnya yang kena impact itu pajak hotel dan restoran. Harusnya kan impact-nya dipikirin dong. Merokok itu pilihan. Udah dikasih tahu semua bahayanya, itu tetap pilihan. Impact-nya kan pendapatan daerah,” ucapnya saat dihubungi Hukumonline, Jumat (8/8).Menurutnya, sektor hotel dan restoran merupakan penyumbang signifikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta. Hariyadi juga mengkritik inisiatif legislasi yang dinilainya kurang memperhitungkan kondisi industri.Baca Juga:KPPOD: Pembatasan Penjualan dan Iklan Rokok Berpotensi Ganggu Pertumbuhan Ekonomi DaerahDPRD Jakarta Komitmen Selesaikan Raperda Kawasan Tanpa Rokok“Tapi kalau saya bilang kan, kalau ini memang berpotensi menurunkan jumlah pengunjung, yang rugi itu juga Pemda juga gitu lho. Kan kita narik pajak dari situ, kalau gak ada tamunya gimana? Pajaknya berkurang,” tegasnya.Sebelumnya, Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Berdasarkan survei PHRI pada April 2025, 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian, yang berdampak pada pengurangan karyawan dan efisiensi bisnis.“Tamu hotel dan restoran itu didominasi oleh konsumen perokok. Kalau merokok dilarang total, ini kemunduran bagi kafe, restoran, dan hotel. Dampaknya luas,” kata dia dikutip dari keterangan resminya, Jumat (8/8).