TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU -- Pelaku industri perhotelan di Riau menyambut baik kebijakan terbaru Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memperbolehkan kembali pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah di hotel. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Riau, Nofrizal, menyebut kebijakan ini menjadi angin segar bagi sektor perhotelan yang telah lama terdampak akibat pembatasan kegiatan. “Kita menyambut baik kebijakan Mendagri. Ini menjadi kabar yang sangat melegakan. Dengan adanya izin ini, maka kegiatan pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota bisa kembali dilaksanakan di hotel seperti sebelumnya,” kata Nofrizal kepada Tribun, Kamis (12/6/2025). Ia mengatakan, saat ini pelaku usaha di sektor perhotelan masih menanti realisasi kebijakan tersebut di tingkat daerah. Sebab, kewenangan pelaksanaan tetap berada di tangan kepala daerah seperti gubernur, wali kota, dan bupati. “Kebijakan pusat sudah ada, sekarang tinggal bagaimana kepala daerah menyikapinya. Kita berharap angin segar ini tidak berlarut-larut, tetapi segera terealisasi di lapangan,” ujarnya. Menurut Nofrizal, kondisi perhotelan saat ini sudah sangat memprihatinkan. Terutama bagi hotel-hotel berbintang yang memiliki fasilitas ballroom atau ruang-ruang pertemuan besar, yang selama ini menjadi tempat rutin penyelenggaraan berbagai kegiatan pemerintahan mau pun swasta, dari daerah hingga kegiatan berskala nasional juga sering dilaksanakan di Riau sebelumnya. “Sektor perhotelan sudah menjerit saat ini. Hotel berbintang paling merasakan dampaknya, karena memiliki fasilitas dan biaya operasional yang cukup besar. Dulu setiap minggu ada saja kegiatan, sekarang kosong. Padahal dari kegiatan itu, hotel bisa bertahan, belum lagi dampaknya ke sektor lainnya,” jelasnya. Ia juga melihat bahwa penurunan bukan hanya terjadi pada kegiatan pertemuan, tetapi juga dari sisi perjalanan dinas. Menurutnya, perjalanan dinas ASN selama ini ikut mendongkrak okupansi hotel. “Ketika ada perjalanan dinas, okupansi pasti naik. Tapi sejak ada efisiensi, perjalanan dinas juga dipotong. Ini sangat terasa bagi kami,” tambahnya. Nofrizal menegaskan bahwa perjalanan dinas bukanlah bentuk pemborosan, melainkan bagian dari roda ekonomi daerah. Menurutnya, berbagai aktivitas itu menciptakan efek berganda yang luas bagi sektor lain. “Perjalanan dinas itu bukan hal baru, sudah sejak dulu dilakukan. Aktivitas ini tidak mengganggu keuangan daerah, karena justru ikut menggerakkan ekonomi. Ada efek domino ke sektor transportasi, UMKM, kuliner, dan pariwisata,” ujarnya. Ia mencontohkan bagaimana hotel yang menjadi lokasi acara juga menyerap jasa katering, dekorasi, percetakan, bahkan jasa transportasi lokal. Dengan adanya kegiatan, perputaran uang dalam daerah juga meningkat. “Jadi tidak tepat kalau dianggap pemborosan. Justru kegiatan pemerintah di hotel mendorong banyak sektor ikut bergerak. Ini yang harus dilihat sebagai multiplier effect,” ulasnya. Dengan dibukanya kembali ruang bagi kegiatan pemerintah di hotel, PHRI berharap kebijakan tersebut segera direspons oleh kepala daerah. Sebab, tanpa keputusan dari daerah, pelaku usaha tetap belum bisa merasakan dampaknya secara langsung.