Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Pemda Boleh Gelar Rapat di Hotel, PHRI DIY: Kami Menyambut Baik

Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani  TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyambut baik kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang mengizinkan pemerintah daerah (Pemda) menggelar rapat di hotel. Hal itu karena dapat membangkitkan industri perhotelan di DIY. Namun di sisi lain, pihaknya meminta pemerintah pusat untuk melonggarkan anggaran untuk pemerintah daerah. “Jadi kami menyambut baik, tapi dengan catatan pemerintah pusat sendiri juga mencairkan atau melonggarkan anggaran untuk pemerintah daerah, supaya kami mendapat apa-apa yang disarankan kemendagri untuk pemerintah daerah, baik kota/kabupaten dan provinsi. Kuncinya itu sebenarnya,” katanya, Senin (09/06/2025).  Jika pemerintah masih melakukan efisiensi anggaran maka tidak akan berdampak signifikan.  “Kalau pemerintah anggarannya cuma Rp20 ribu-Rp30 ribu ya nggak masuk. Hotel non bintang juga nggak masuk. Harga per paket meeting untuk 1 lunch, 1 kali coffee break, dan ruang meeting itu Rp60 ribu- Rp80 ribu, bintang 1 sampai 5 ya dari Rp120 ribu - Rp500 ribu per orang. Makanya kalau pemerintah pusat tidak melonggarkan anggaran untuk pemda ya itu sama saja, cuma omon-omon saja,” sambungnya.  Ia menerangkan industri perhotelan di DIY sangat terpukul pasca keluarnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Baca juga: Kata Ketua PHRI Kulon Progo Soal Relaksasi Aturan Rapat ASN di Hotel Hal itu karena agenda MICE dari pemerintah, baik pusat maupun daerah sangat minim. Padahal tidak sedikit hotel yang mengandalkan MICE dari pemerintah.  Hingga saat ini okupansi MICE di hotel masih di bawah 10 persen. Meski sedikit menggeliat karena pembukaan blokir anggaran dari Kementerian Keuangan, namun masih jauh dari rerata okupansi saat tidak ada efisiensi anggaran.  “Sudah ada MICE tapi ya masih di bawah 10 persen. Sangat jauh jika dibandingkan sebelumnya, bisa mencapai 40-60 persen untuk MICE,” terangnya.  Dampaknya lesunya MICE pun memaksa perhotelan di DIY melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawan, terutama yang menangani MICE. Efisiensi tidak hanya menyasar tenaga kerja, tetapi juga biaya operasional yang lain, seperti listrik.  “Makanya kami berharap ada keringan pajak dan tarif listrik juga. Tetapi sampai saat ini memang belum ada tanggapan dari pemerintah kota/kabupaten. Kami memaklumi karena sama-sama dengan pusing sekarang,” pungkasnya. (*)