TEMPO.CO, Jakarta - PT Hotel Fitra International Tbk (FITT) mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 2,69 miliar sepanjang kuartal I 2025. Jumlah itu disebabkan adanya penurunan pendapatan sebesar 52,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Direktur Hotel Fitra Sukino menjelaskan penurunan pendapatan itu karena dampak dari sewa banquet atau jamuan dan convention di hotelnya menurun. Menurut dia, kedua sektor pendapatan ini selama ini menjadi penopang pendapatan hotel. “Penurunan kinerja pada lini usaha tersebut berdampak signifikan terhadap keseluruhan pendapatan perseroan,” kata Sukino dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 5 Juni 2025. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Sukino mengatakan manajemen saat ini berusaha memulihkan kinerja operasional dengan menjalin kerja sama dan menjajaki peluang bisnis baru. Selain itu, Hotel Fitra juga sedang mengefisiensi biaya dengan meninjau kembali pos-pos pengeluaran yang masih bisa ditekan, termasuk mempertimbangkan penggunaan vendor alternatif dengan harga terjangkau. Dalam jangka pendek dan menengah, kata Sukino, manajemen bakal menggaet klien potensial. Sembari itu, manajemen juga melirik pengembangan Bandara Internasional Jawa Barat sebagai bandara kargo sebagai ceruk pendapatan baru. “Perseroan akan berupaya untuk membangun kemitraan strategis dengan instansi-instansi terkait guna mendukung ekspansi usaha di sektor logistik dan kargo,” kata Sukino. Di sisi lain, kondisi Hotel Fitra juga sedang melanda bisnis penginapan di Jakarta. Sebanyak 70 persen pelaku usaha perhotelan dan restoran di Jakarta berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena mengalami penurunan tingkat okupansi.“Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono, dalam keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025. Sutrisno mengatakan para pelaku bisnis hotel memperkirakan akan mengurangi sebanyak 10 hingga 30 persen karyawan. Selain itu, sebanyak 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan pengurangan terhadap 90 persen daily worker. Kemudian, sebanyak 36,7 persen lainnya mengaku akan melakukan pengurangan staf. Sutrisno mengungkapkan pemangkasan tenaga kerja dilakukan karena tingkat hunian jeblok sedangkan biaya operasional meningkat dan membebani keberlangsungan bisnis mereka. PHRI Jakarta mencatat sebanyak 96,7 persen bos hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. Berdasarkan survei yang dilakukan PHRI Jakarta, penurunan tertinggi berasal dari segmen pemerintahan yang mencapai 66,7 persen. Menurut Sutrisno, penurunan tingkat hunian dari segmen pemerintahan itu seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran. “Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik."