SATELITNEWS.COM, JAKARTA—Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan lampu hijau bagi pemerintah daerah untuk kembali menggelar kegiatan dan rapat di hotel serta restoran. Kebijakan ini, menurut Tito, telah mendapat restu langsung dari Presiden Prabowo Subianto. “Daerah boleh melaksanakan kegiatan di hotel dan restoran. Saya jamin karena saya sudah bicara langsung dengan Presiden Prabowo,” ujar Tito dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kota Mataram, Rabu (4/6/2025). Tito menekankan, pemerintah perlu memikirkan dampak ekonomi jika kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, exhibition) dihentikan total. Menurutnya, sektor perhotelan dan restoran bergantung besar pada kegiatan semacam ini. “Kurangi boleh, tetapi jangan sampai tidak ada sama sekali. Tetap laksanakan kegiatan di hotel dan restoran. Target betul hotel dan restoran yang kira-kira agak kolaps, buatlah kegiatan di sana supaya mereka bisa hidup,” ujarnya. Ia menyoroti bahwa sektor perhotelan dan restoran memiliki banyak karyawan serta terhubung langsung dengan rantai pasok makanan dan minuman dari pelaku usaha lokal. Menyelamatkan sektor ini berarti menjaga ekonomi daerah tetap bergerak. Namun, Tito mengingatkan agar kegiatan tersebut dilakukan secara bijak. “Silakan, asal jangan berlebihan. Kalau seandainya rapat cukup tiga sampai empat kali, ya jangan dibikin sepuluh kali. Tapi bukan berarti tidak boleh. Boleh, saya tegaskan di sini,” katanya. Menurut Tito, pemerintah pusat saat ini memang sedang melakukan efisiensi anggaran, dengan pemangkasan sekitar Rp50 triliun untuk 552 daerah. Meski demikian, pemotongan itu dinilainya tidak terlalu signifikan dan masih memberi ruang bagi daerah untuk menjalankan program strategis, termasuk kegiatan di hotel dan restoran. “Karena pemotongan anggarannya terbagi ke seluruh daerah, maka ruang fiskal di daerah tetap ada. Jadi, untuk rapat di hotel dan restoran, tidak apa-apa. Perjalanan dinas juga fine,” ucapnya. Tito juga meminta pemerintah daerah bersikap selektif dan memprioritaskan hotel-hotel yang terdampak penurunan okupansi. Dengan begitu, pelaksanaan kegiatan juga sekaligus menjadi bentuk stimulus ekonomi. “Pilihlah hotel-hotel yang agak kolaps, yang butuh pemasukan agar bisa bertahan. Ini bukan soal menghambur-hamburkan anggaran, tapi menjaga agar sektor ini tidak mati,” tegasnya. Data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menunjukkan bahwa tingkat okupansi hotel di berbagai daerah masih belum sepenuhnya pulih sejak pandemi COVID-19. Rata-rata tingkat hunian nasional pada kuartal pertama 2025 tercatat hanya 47 persen—jauh di bawah angka ideal 60 hingga 70 persen untuk bisa menutup biaya operasional. Di sisi lain, lebih dari 50 persen restoran anggota PHRI melaporkan penurunan omzet lebih dari 30 persen dalam enam bulan terakhir akibat minimnya aktivitas kelembagaan di luar kantor, termasuk dari sektor pemerintahan. PHRI menyatakan bahwa dukungan kegiatan pemerintah sangat vital untuk menjaga keberlangsungan industri ini, yang menyerap jutaan tenaga kerja secara langsung dan tidak langsung. (rmg/san)