Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Dispar Kaltim - PHRI kolaborasi atasi okupansi hotel hingga 30 persen

Samarinda (ANTARA) - Dinas Pariwisata Provinsi Kalimantan Timur (Dispar Kaltim) bersama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Samarinda berkolaborasi mengatasi okupansi kamar hotel yang mengalami penurunan antara 25-30 persen akibat kebijakan efisiensi anggaran."Kami sudah berkoordinasi dengan pengurus PHRI Samarinda dalam mengatasi hal ini, seperti sudah mengusulkan kepada Komisi VII DPR-RI tentang relaksasi atau insentif pajak bagi hotel yang mempertahankan tenaga kerja," ujar Kepala Dispar Kaltim Ririn Sari Dewi di Samarinda, Rabu.Hal lain yang diusulkan bukan saja melalui Komisi VII tapi juga kepada Kementerian Pariwisata adalah implementasi program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan subsidi ulang pekerja terdampak, khususnya bagi karyawan hotel dan restoran yang saat ini terdampak cuti tanpa gaji akibat sepinya hotel."Usulan ini kami sampaikan setelah berkoordinasi dengan PHRI. Ini merupakan keluhan mereka setelah adanya kelesuan tingkat hunian hotel. Kami bersama PHRI juga sudah ada agenda ketemu dengan Gubernur Kaltim untuk menceritakan kondisi riil dan usulan PHRI Kaltim dalam mengatasi kondisi ini," katanya.Hal lain yang kini sedang dilakukan pihaknya dalam mengatasi kelesuan industri pariwisata dan turunannya seperti menggandeng pihak swasta dan komunitas, untuk menggelar kegiatan di destinasi tertentu bekerja sama dengan perhotelan yang dirangkai dengan MICE (meetings, incentives, conventions, and exhibitions).Sementara Wakil Ketua PHRI Samarinda Yuli Armunanto S mengatakan, okupansi hotel berbintang di Kaltim yang turun sampai 30 persen dalam beberapa bulan terakhir, karena adanya kebijakan pemerintah tentang larangan menggelar kegiatan di hotel dengan alasan efisiensi."Selama ini pemasukan perhotelan juga bergantung pada belanja pemerintah, sehingga ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan efisiensi, tentu kami terkena dampaknya, bahkan imbasnya juga sampai ke pelaku UMKM," kata Armunanto.Akibatnya, lanjut ia lagi, saat ini sudah ada beberapa hotel di Kota Balikpapan dan Samarinda yang mengeluarkan kebijakan pengurangan karyawan, tapi bukan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), hanya diminta cuti sampai kondisi normal, namun dalam cuti ini mereka tidak mendapat gaji."Di kota-kota besar lain di luar Kaltim memang sudah ada yang melakukan PHK, namun di Kaltim belum, hanya cuti tanpa gaji. Jumlah karyawan yang diminta cuti bervariasi, ada yang sampai 50 persen akibat anjloknya pemasukan," katanya.Sedangkan dampak tidak langsung bagi UMKM, lanjut ia, adalah terkait produk lokal, misalnya satu hotel biasanya mampu menjual amplang (kerupuk dengan bahan dasar ikan) produk UMKM rata-rata 200 pak per bulan, namun dalam beberapa bulan ini tidak ada yang beli karena tamu juga sepi,"Ini baru satu hotel, ini juga baru satu produk, amplang, belum termasuk produk lain yang dihasilkan oleh UMKM yang lain pula. Belum termasuk suvenir. Jika dikalikan dengan semua produk, dampak dari perhotelan untuk ekonomi masyarakat sebenarnya besar," katanya.(Adv)