Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Dunia Perhotelan Malang Terbantu Libur Panjang

Di saat okupansi hotel di ibu kota turun drastis akibat efisiensi, pebisnis hotel Malang masih bernapas lega. Sebab, terbantu sektor wisata dan banyaknya hari libur.MALANG, KOMPAS — Tak seperti Jakarta yang lesu, tingkat keterisian hotel di Kota Malang, Jawa Timur, masih 70 persen pada akhir pekan. Posisi Malang sebagai kota wisata dan pendidikan ikut berpengaruh terhadap keterisian hotel selain adanya event khusus.Di Kota Malang ada 87 hotel yang tergabung dalam wadah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Dari jumlah tersebut, ada 3.000 unit kamar dengan jumlah karyawan 3.500 orang.Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basoeki, Selasa (3/6/2025), mengakui ada penurunan pendapatan hotel untuk kegiatan yang sifatnya pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (mice). Namun, untuk kunjungan wisata, sejauh ini masih normal.  ”Hotel-hotel yang punya tempat mice memang menurun. Namun, kegiatan, seperti kunjungan wisatawan, masih normal. Bahkan di weekend okupansi bagus, rata-rata masih 70 persen untuk Kota Malang. Malang masih menjadi tujuan wisata, pendidikan, bahkan transit wisatawan yang hendak menuju Bromo dan destinasi wisata lainnya,” ujarnya.Okupansi hotel, menurut Agoes, tidak merata. Beberapa hotel yang dekat dengan lokasi wisata kondisinya selalu penuh saat akhir pekan. ”Kalau dirata-rata, 70 persen. Sebelumnya juga segitu. Tapi, pada 2023-2024 paling bagus, sampai 80 persen saat weekend dan libur panjang,” katanya.Beberapa waktu terakhir memang ada pembatasan kegiatan terkait efisiensi. Namun, pembatasan itu, kata Agoes, mulai ada perubahan. Pihaknya pun berharap libur panjang sekolah yang ada di depan mata akan membawa dampak positif bagi dunia perhotelan setempat.Kota dan Kabupaten Malang serta Kota Batu juga berkesempatan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Provinsi Jawa Timur (Porprov) IX/2025 pada 28 Juni-5 Juli. Acara itu membuat tingkat keterisian hotel naik. Sejumlah hotel di Kota Malang mulai dipesan oleh tim ofisial dan atlet dari daerah yang akan berlaga.”Hotel bintang 2 ke bawah sudah dibooking oleh pemda (pemerintah daerah). Sudah ada enam hotel yang melapor ke saya sudah terbooking. Kami dari asosiasi mengirim spesial rate bagi tamu-tamu yang ada kegiatan dengan Porprov,” katanya.Disinggung apakah penurunan revenue hotel dari kegiatan mice juga berdampak pada nasib karyawan, termasuk pemotongan hubungan kerja (PHK)? Agoes mengatakan, untuk karyawan, tidak ada dampak. Namun, untuk tenaga harian, ada yang dikurangi.   ”Kalau hotel dijual, ada. Namun, hotel yang sejak lama mau mati, yang kecil-kecil biasanya. Bahkan, sekarang ada yang mau investasi hotel, tetapi ditolak warga. Teman-teman di Malang juga ada yang membuka lowongan kerja loh. Makanya, kami kaget di luar Malang, kok, ada ribuan yang mau di-PHK,” tuturnya.  Dihubungi secara terpisah, Ketua PHRI Kota Batu Sujud Hariadi mengatakan, saat libur panjang Kenaikan Yesus Kristus kemarin, tingkat okupansi hotel di Batu hampir 70 persen. Begitu pula libur panjang sebelumnya, mencapai 50 persen. Setelah itu kembali ke 20-30 persen pada kondisi normal.Saat okupansi naik, maka hotel akan memperkerjakan semua karyawan. Namun, saat okupansi turun, hotel hanya memperkerjakan sebagian karyawan. Dengan mengurangi jam kerja, gaji karyawan juga akan terpangkas.Namun, sejauh ini, kata Sujud, tidak ada PHK karyawan hotel di wilayahnya. ”Hanya tidak full semuanya kerja. Jadi, mengurangi hari kerja. Jika biasanya dalam seminggu karyawan libur satu hari, kini jadi libur dua hari,” ucapnya.Menurut Sujud, penurunan okupansi hotel tidak hanya terjadi akibat efisiensi, tetapi juga kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang tengah menurun. Dia pun menilai larangan karya wisata siswa sekolah akan berpengaruh terhadap tingkat hunian hotel di Batu.”Faktor utamanya lebih ke daya beli masyarakat, kondisi ekonomi yang memengaruhi. Jadi banyak faktor,” katanya. Di Batu terdapat 80-an hotel yang tergabung dalam PHRI, dengan jumlah kamar 4.000 buah. Adapun jumlah karyawan 3000-an orang.  Sujud mengatakan, kondisi Batu memang berbeda dengan Jakarta. Hotel di Jakarta lebih banyak diisi oleh orang-orang untuk keperluan bisnis. Ketika bisnis lesu, perjalanan orang menjadi berkurang. Kegiatan mice juga anjlok sehingga memengaruhi okupansi hotel setempat.