Jalan Raya Puncak saat libur akhir pekan. (Yusman | Pakar) MEGAMENDUNG — Kunjungan wisatawan ke kawasan Puncak terus mengalami penurunan sejak akhir tahun 2024 hingga saat ini.Kondisi ini dirasakan langsung oleh para pelaku usaha yang menggantungkan hidup dari sektor pariwisata.Ketua BPC PHRI Kabupaten Bogor, Juju Djunaedi, membenarkan bahwa kawasan Puncak kini bukan lagi menjadi destinasi wisata favorit bagi warga Jabodetabek. Hal ini terlihat dari terus menurunnya tingkat okupansi hotel sejak akhir tahun 2024 hingga tahun 2025 ini.“Keterisian hotel non-bintang di akhir pekan paling tinggi hanya terjual 5 hingga 7 kamar. Minggu ini lebih parah, hanya 3 kamar yang terisi dari total 30 kamar yang ada,” kata Juju Djunaedi, belum lama ini.Kondisi ini menjadi pembahasan serius di internal PHRI. Dalam waktu dekat, pengurus PHRI Kabupaten Bogor berencana berdialog dengan Bupati Bogor, Rudy Susmanto, untuk membahas konsep penataan kawasan wisata Puncak guna meningkatkan kembali kunjungan wisatawan.“Kami PHRI akan menyodorkan konsep penataan Puncak kepada Bupati. Mudah-mudahan konsep ini disetujui, karena jika tidak segera ditata, kami khawatir Puncak akan benar-benar ditinggalkan sebagai destinasi wisata,” ungkapnya.Penurunan kunjungan wisatawan juga terlihat dari data kendaraan yang masuk dari Jakarta ke arah Gadog sejak 2024.Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat:Pada 30 Desember 2024, kendaraan yang masuk ke kawasan Puncak tercatat sebanyak 17.411 unit (roda empat dan roda dua).Pada 29 Desember 2024, tercatat 42.843 kendaraan masuk menuju Puncak.Puncak arus kendaraan terjadi pada 28 Desember 2024 dengan 50.100 kendaraan dari arah Gadog.Sementara itu, pada libur Lebaran tahun 2025 selama delapan hari, tercatat 775.456 kendaraan menuju kawasan Puncak. Puncak tertinggi terjadi pada hari kedua Lebaran, dengan 64.128 kendaraan melintas.Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan masa lalu, di mana Puncak pernah mengalami kemacetan parah hingga 120 ribu kendaraan per hari, dan 80 ribu kendaraan saat libur akhir pekan.Turunnya jumlah kunjungan ini membuat sebagian hotel di Puncak memasuki fase kebangkrutan. Selain faktor wisatawan, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat dan daerah juga memperparah keadaan.Sebelumnya, pemerhati perhotelan kawasan Puncak, Erwin Bayu Putra, mengungkapkan bahwa efisiensi anggaran hingga 50 persen untuk perjalanan dinas dan rapat berdampak signifikan terhadap tingkat okupansi dan pendapatan hotel.“Segmentasi pasar di bidang MICE (Meeting, Incentive, Conference, and Exhibition) selama ini memberikan kontribusi besar terhadap bisnis hotel, bahkan lebih dari 50 persen okupansi dan pendapatan,” ujar Erwin.Ia menambahkan, dengan kondisi saat ini, perlu ada pergeseran segmentasi pasar, seperti membidik korporasi, wisatawan lokal maupun mancanegara, serta mengadakan event-event internal hotel. =YUS