Jakarta: Kekejaman tentara Israel terhadap warga Palestina mendorong aksi boikot penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel. Aksi ini diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 83 Tahun 2023. Terkait hal ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) melakukan riset untuk menganalisis persepsi masyarakat Indonesia terhadap fatwa tersebut dan dampaknya terhadap industri nasional. Peneliti PRAK BRIN, Fauziah, memaparkan pihaknya melakukan riset melingkupi 13 wilayah yaitu Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, Kota Bogor, Kota Depok, DKI Jakarta, Kota Surabaya, Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Dari hasil riset, fatwa MUI terhadap boikot produk tersebut membentuk adanya perubahan sikap pada masyarakat dari segi perilaku pola konsumsi, baik makanan, minuman, dan kebutuhan rumah tangga. “Ternyata, fatwa ini diterima sebagai produk hukum keagamaan, tapi juga sebagai gerakan sosial ekonomi yang berdampak strategis. Sehingga, fatwa ini berfungsi sebagai alat mobilisasi moral dan ekonomi, juga mendorong pertumbuhan industri nasional,” jelas dia dikutip dari laman brin.go.id, Senin, 21 April 2025. Wakil Ketua Umum Bidang Restoran Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Handaka, menyampaikan aspirasinya mewakili pengusaha lokal yang ingin terus mengembangkan usahanya. “Karena kami, para pengusaha ingin benar-benar tumbuh, maka PHRI siap berdialog dengan BRIN dan MUI agar menghasilkan daftar terafiliasi yang kredibel sehingga tidak ada yang dirugikan,” ujar dia. Dia ingin ada penelitian lebih mendalam untuk menetapkan daftar produk yang benar-benar terafiliasi dengan Israel dan yang tidak. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sudarnoto, berpendapat persoalan Palestina bukan sekadar persoalan Hamas dan Israel, bukan sekadar urusan negara-negara Timur Tengah, tetapi sudah menjadi isu kemanusiaan global yang harus mendapat perhatian oleh seluruh elemen masyarakat. “Pemerintah perlu melindungi masyarakat dan pasar, supaya pasar dan ekonomi bisa stabil, tidak direcoki dengan isu-isu yang isinya tidak jelas,” ujar dia. Menurutnya, keterlibatan pemerintahan dengan MUI dan berbagai lembaga perlu dilakukan. “Ketika Pak Prabowo menyebutkan evakuasi, saya setuju! Akan tetapi saya menolak relokasi,” kata dia. Sudarnoto menyarankan agar keputusan Presiden Prabowo tentang evakuasi tersebut harus dikaji lebih mendalam. Hal itu supaya tidak menimbulkan kegaduhan dan kontroversi di masyarakat. Iqbal Soffan Shafwan, dari Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI mengungkapkan tidak ada produk dalam kategori Fast Moving Consumer Good (FMCG), misalnya buah-buahan, pakaian, produk-produk konsumsi harian lainnya yang diimpor dari Israel. “Karena kita tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel," ungkap Iqbal. Dia menyarankan agar lebih tegas lagi dalam mendefinisikan dan menentukan produk-produk apa saja yang terafiliasi dengan Israel. Contohnya, apakah ada keterlibatan unsur kepemilikan dari pihak yang memang berkontribusi penuh terhadap Israel atau tidak. Lalu, hal itu diperkuat dalam landasan hukum di Indonesia. "Dalam situasi politik luar negeri, dalam undang–undang, dinyatakan bahwa Indonesia sangat tegas menolak segala bentuk penjajahan karena bertentangan dengan prikemanusiaan dan prikeadilan,” jelas Iqbal. Dari segi pertumbuhan ekonomi, Kemendag menyampaikan dalam Statistik Makro Ekonomi Tahun 2023-2024, nilai konsumsi rumah tangga di Kuartal IV Tahun 2023 turun dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yakni menjadi 4,83 persen. Namun, kemudian naik lagi di kuartal 1 Tahun 2024 dan stabil sampai kuartal IV (4,91-4,98 persen). Rinciannya, pada tahun 2024 terjadi pertumbuhan lapangan usaha di sektor akomodasi, makanan, dan minuman sebesar 8,56 persen. Artinya sektor ini masih terus tumbuh dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Tahun 2024, Nilai pasar FMCG di Indonesia tumbuh sebesar 7 persen, lalu market size jasa boga (penyedia makanan dan minuman) di Indonesia terus mengalami pertumbuhan 13 persen per tahun,” papar dia. Iqbal menjelaskan ada banyak faktor beralihnya masyarakat pada produk-produk dalam negeri. “Mungkin salah satu faktornya fatwa MUI, akan tetapi bisa juga memang tren perubahan konsep ekomonis anak–anak muda yang tidak terpengaruh dengan brand internasional,” tutur dia. Dewan Pertimbangan MUI, M Zaitun Rasmin, mendukung agar semangat para ulama harus didorong dalam menyuarakan kebenaran. “Sedangkan pelaksanaannya dapat diserahkan ke stakeholder dan orang-orang yang berkompeten, karena prinsipnya agar saling menghormati dan menghargai,” kata dia. Ketua Komite Pembinaan dan Pengembangan UMKM GAPMMI, Irwan S Wijaya, mengungkapkan, makanan dan minuman paling berdampak. Secara tidak langsung, fatwa membangkitkan UMKM Indonesia. Sebab, terjadi perubahan pola konsumen, yaitu dari membeli produk internasional beralih ke produk nasional. Pihaknya menginginkan agar konsumen tidak terlalu banyak menerima barang-barang impor, sebab menurutnya produk lokal lebih bagus. “Kita sedang mengejar pertumbuhan ekonomi di mana kita butuh para wirausaha baru. Usaha makanan dan minuman sendiri sekarang sedang bertumbuh. Daya beli rakyat tumbuh otomatis. Industri makin tumbuh dan menciptakan lapangan kerja karena ini sebagai padat karya,” urainya. BRIN bersama lembaga advokasi halal Indonesia, yakni Indonesia Halal Watch (IHW) menyelenggarakan diskusi terpumpun membahas pengaruh fatwa MUI tehadap boikot produk terafiliasi Israel. Kepala PRAK BRIN, Aji Sofanuddin, menyampaikan forum ini untuk mengeksplorasi pandangan dan pengalaman terkait fatwa MUI, terutama dampaknya terhadap pertumbuhan industri nasional. Ketua IHW, Joni Arman Hamid, berharap berbagai dimensi implementasi fatwa akan dieksplorasi. Termasuk persepsi masyarakat terhadap urgensi boikot produk, dampak ekonomi yang mungkin terjadi, serta potensi penguatan regulasi untuk mendukung langkah strategis tersebut. “Kerja sama ini memiliki nilai tambah dalam konteks diplomasi internasional yang menunjukkan komitmen kuat terhadap fatwa MUI. Sehingga, penelitian ini dapat mengidentifikasi kendala utama yang dihadapi masyarakat dan pelaku usaha dalam mematuhi fatwa, serta merumuskan rekomendasi strategis yang dapat meningkatkan efektivitas implementasinya,” tutur dia. Melalui diskusi ini, pemerintah dan MUI diharapkan dapat memperluas edukasi dan literasi terkait produk terafiliasi agar tidak menimbulkan disinformasi. “Tentunya, perlu ada evaluasi juga, dari tren-tren kesadaran masyarakat tersebut apakah masih berlanjut atau tidak. Maka, ini perlu kolaborasi lintas agama karena dasar kemanusiaan,” ujar Fauziah.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(REN)