Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Okupansi Menurun, Sejumlah Hotel Bangkrut, Apa Saja Faktornya?

NASIONAL18/04/2025 - 15.00 WIBPenurunan okupansi hotel saat Ramadan dan setelah 3 April tahun ini mirip ketika pandemi COVID-19.AUTHOR / Astri Septiani-EDITOR / SinduJumat 18 April 2025 pukul 15.00 WIBIlustrasi: Seorang pekerja sektor perhotelan menyiapkan kamar hotel yang akan ditempati. Foto: ANTARAKBR, Jakarta- Tingkat keterisian atau okupansi kamar hotel menurun saat libur Lebaran 2025. Selama periode itu, okupansi hingga 90 persen hanya berlangsung tiga hari. Yakni, 1-3 April 2025 atau mulai hari kedua Lebaran. Setelah itu, tingkat okupansi kembali anjlok. Padahal menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, libur Lebaran masih berlangsung hingga 7 April 2025. "Tetapi, kalau kita perhatikan yang Lebaran kemarin itu, tanggal 4 itu sudah turun, sudah menurun. Bahkan di beberapa daerah ada yang langsung turunnya ke 20 persen. Nah, ini adalah sesuatu kejadian yang tidak biasa, ya, di tahun-tahun sebelumnya tuh enggak seperti itu. Kalau terjadi penurunan, iya. Tetapi, tidak sampai serendah itu," kata Yusran saat dihubungi KBR, Kamis, (17/04/25). Mirip saat Pandemi Yusran menggambarkan, penurunan okupansi hotel saat Ramadan dan setelah 3 April tahun ini mirip ketika pandemi COVID-19. Kata dia, saat Lebaran tahun lalu meski bulan puasa, keterisian hotel bisa mencapai 40 persen. Namun, tahun ini hanya setengahnya. "Saat bulan Maret itu sekitar 20 persen. Di mana sebelumnya itu masih dapat, tahun sebelumnya itu masih sekitar 40 persenan. Jadi, memang dia low season, tetapi low season-nya itu sudah sampai di angka 20 persen. Kalau kita lihat habis Lebaran juga angkanya menembus ke rata-ratanya 20 persen. Ini memang situasinya hampir mirip dengan kondisi pada saat COVID yang lalu," kata dia. Yusran menyebut ada sejumlah hal yang menyebabkan okupansi hotel menurun. Yakni, pemangkasan anggaran pemerintah, melemahnya daya beli masyarakat, hingga menurunnya jumlah pemudik saat Lebaran. Pada tahun lalu, pemudik mencapai 193,6 juta orang, tahun ini 146,48 juta orang. "Di dalam bisnis ini ada mata rantai di dalam situ. Ada tenaga kerjanya, ada vendornya, menyerap pasarnya. Jika sudah tidak seimbang pendapatan dan pengeluarannya tentu dia akan collapse sendiri," jelasnya. Solusi Ia mendorong pemerintah mencari solusi jangka pendek untuk menyelamatkan sektor bisnis perhotelan. Tetapi, Yusran juga meminta pemerintah memikirkan solusi jangka panjang untuk mendorong pertumbuhan di sektor pariwisata, termasuk perhotelan. "Sebagai contoh, misalnya yang kejadian di bulan puasa itu ada dua hotel di Bogor yang melaporkan ke kami bahwa dia tutup karena tidak sanggup untuk meneruskan operasionalnya, karena marketnya menurun drastis. Nah, itu situasinya," tandasnya. Penutupan dua hotel di Bogor, Jawa Barat, menyebabkan 150-an orang di-PHK. Saat ini jumlah anggota PHRI secara nasional 1.500, sedangkan jumlah hotel dan restoran di Indonesia 30 ribuan. Jumlah tenaga kerja sektor pariwisata pada 2024, 25 juta orang. Upaya Pemerintah Menurunnya okupansi juga diendus pemerintah. Kementerian Pariwisata mengaku tengah berdiskusi dengan PHRI soal dampak penurunan okupansi hotel dari sisi pemangkasan anggaran. Selain diskusi, Deputi bidang Industri dan Investasi Kemenpar Rizki Handayani Mustafa juga mendorong pengusaha perhotelan mencari potensi pasar baru. "Ingin melihat sebenarnya seberapa besar sih dampak efisiensi pemerintah, ke depan harus seperti apa, kami susun bersama terus terang dengan dengan teman-teman industri," kata dia saat konferensi pers UN Tourism 37th CAP-CSA di Jakarta, Rabu (16/04/25). Rizki mengakui, faktor pemangkasan anggaran berdampak pada sektor pariwisata, salah satunya terlihat dari menurunnya okupansi hotel saat libur Lebaran. Kini, Kemenpar dan PHRI berupaya memetakan kategori mana yang paling terdampak pemangkasan dari sisi pemangkasan anggaran. "Kemudian, saya tanya lagi, berapa yang MICE-nya, berapa yang leisure. Hotel-hotel harus bisa mengidentifikasi itu per jenis kategori. Kemudian, juga wisatawan mancanegara, wisatawan Nusantara, itu tolong gambarkan, sehingga kita dapat data yang jelas," imbuhnya. Prediksi Ekonomi Lebaran Lesunya ekonomi pada momentum Lebaran tahun ini sudah diprediksi sejumlah kalangan ekonom. Wakil Direktur lembaga kajian ekonomi INDEF, Eko Listiyanto memperkirakan, pertumbuhan ekonomi momen Lebaran tahun ini bakal lebih rendah dibandingkan tahun lalu. "Di bawah 5 persen, ya, kemungkinan hanya 4,9 mengingat dari jumlah pemudik turun 24 persen dan juga yang sudah mudik pun, yang masih bisa mudik pun juga daya belinya rata-rata melambat, ya, atau melemah. Sehingga memang ini tantangan yang tidak mudah," kata Eko kepada KBR, Minggu, (23/03/25). Perputaran Uang Tak hanya kalangan pengamat, Kamar Dagang dan Industri (Kadin Indonesia) juga memprediksi perputaran uang saat libur Lebaran 2025 hanya akan mencapai Rp137 triliun. Angka tersebut turun 20 triliun dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp157,3 triliun. Dasar prediksi ini adalah menurunnya jumlah pemudik. Dari kacamata Kadin Indonesia, pemudik dan perputaran uang berkurang, karena jarak libur Natal-Tahun Baru dan Idulfitri sangat berdekatan. Lalu, faktor lain adalah kondisi ekonomi masyarakat yang cenderung menghemat pengeluaran, maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga penurunan daya beli masyarakat. Klaim Pemerintah Tetapi sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimistis perputaran uang selama Lebaran tetap tinggi. Kata dia, meskipun rupiah mengalami fluktuasi, kondisi ekonomi Indonesia secara fundamental diklaim tetap kuat. Ia mendasarkan klaim itu dari beberapa faktor pendukung seperti ekspor, cadangan devisa, hingga neraca perdagangan yang kuat. "(Perputaran) Tidak menurun karena banyak program dan juga bansosnya kan sudah udah jalan juga. Ya nanti kita lihat," ujarnya di Kompleks Istana Merdeka Jakarta, Rabu, (26/03/25). Baca juga: Libur Nataru, Okupansi Hotel di Banyuwangi Capai 100 Persen