TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pelaku pariwisata khususnya yang bekerja disektor akomodasi penginapan seperti Hotel keluhkan okupansi yang menurun. Padahal, jumlah kunjungan turis ke Bali pada Bulan Januari dan Februari 2025 sentuh angka 1.013.700 orang dari 20 negara. Diduga turis yang datang ke Bali menginap di villa berkedok homestay milik jaringan internasional. Tanggapi hal tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan home stay merupakan salah satu bentuk akomodasi, yang secara historis lahir di Desa Ubud sekitar tahun 1950-an. Baca juga: Pisah Sambut Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Zamroni Sebut NTT Medan Paling Berat Dalam perkembangannya home stay menjadi jenis akomodasi yang sangat diminati oleh wisatawan. “Sehingga oleh pemerintah daerah dibuat ketentuan atau peraturan-peraturan antara lain menyangkut pengelolaan yaitu oleh pemilik rumah, jumlah kamar serta memberi pengalaman baru bagi wisatawan,” jelasnya pada, Rabu 16 April 2025. Secara ekonomi, kata Cok Ace ini merupakan bentuk usaha yang sangat membantu masyarakat dan ini merupakan contoh community base tourist development. Baca juga: Musim Kemarau Diprediksi Dalam Waktu Dekat, BPBD Jembrana Siapkan Tandon dan Penyaluran Air Bersih Kemudian dengan tren pariwisata khususnya pasca Covid-19 yang lebih berskala kecil, berorientasi lingkungan. Maka banyak muncul home stay yang tidak lagi dikelola oleh masyarakat lokal. “Tapi oleh orang asing, yang menyimpang dari konsep comunnity base tourism. Inilah kemudian tumbuh subur, dengan didukung oleh jaringan international, modal besar, menjadi predator tidak saja terhadap usaha kecil yang berbasis kerakyatan, tapi juga hotel-hotel besar yang memiliki ijin usaha lengkap dan sebagai penyetor pajak (PAD),” bebernya. Home stay tersebut banyak terdapat di Ubud. Dan dulu banyak ditemukan di Sanur dan Kuta. Dengan semakin masif nya hotel-hotel besar maka keberadaan home stay mulai tergusur. Sebenarnya home stay yang dikelola oleh masyarakat, tidak terlalu mengancam keberadaan hotel-hotel besar, karena segmennya berbeda. “Tapi ketika home stay hanya dijadikan dalih saja, yang umumnya dibangun berupa villa-villa mewah, maka keberadaannya mengganggu hotel-hotel besar. Dalam dunia bisnis sebenarnya tidak masalah, yang penting, pertumbuhannya dikontrol sehingga semuanya bisa jalan harmoni, baik menyangkut perijinan, tata ruang, segmen pasar dan rate. Sehingga kita bisa mengontrol kesesuaian supply dan demand,” tutupnya.