Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Soal Program Food Bank, PHRI DIY Tegaskan Hotel Tak Miliki Makanan Berlebih

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Wakil Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY sekaligus General Manager THE 1O1 Yogyakarta Tugu Hotel, Wahyu Wikan Trispratiwi, menanggapi rencana kerja 100 hari Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, yang salah satunya mencakup pelaksanaan program food bank. Dalam program tersebut, Pemkot Yogyakarta berencana menggandeng PHRI khususnya di wilayah Kota Yogyakarta. Namun, Wahyu menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada bentuk kerja sama konkret antara PHRI dan Pemkot Yogyakarta terkait food bank. “Kemarin memang belum ada (kerja sama formal), masih dalam bentuk diskusi. Kami bertemu dengan Pemkot yang diwakili oleh Asekda Perekonomian, serta Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, membicarakan program 100 hari kerja Pak Wali Kota yang salah satunya memang mengajak PHRI mendukung program food bank,” ujar Wahyu. Menurut Wahyu, Pemkot Yogyakarta mengira bahwa hotel-hotel memiliki makanan berlebih yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan sosial melalui food bank. Namun anggapan tersebut dianggap kurang tepat. “Kami jelaskan bahwa hotel saat ini tidak dalam kondisi surplus makanan. Justru kami melakukan food waste management yang sangat ketat. Hotel tidak menyediakan makanan berlebih karena semua dikalkulasi oleh chef berdasarkan tamu, market, dan jumlah porsi yang dibutuhkan,” ujarnya. Wahyu menjelaskan bahwa prinsip utama dalam pengelolaan dapur hotel adalah efisiensi dan akurasi. “Setiap makanan yang dimasak, dari nasi goreng hingga roti, ditimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kalau ada makanan basi atau berlebih, itu sudah menjadi tanggung jawab yang sangat diawasi karena menyangkut food cost, yang idealnya tidak boleh melebihi 30 persen,” tegasnya. Baca juga: Pemkot Yogyakarta Kumpulkan Bahan Pangan Berlebih di Food Bank, Bakal Didistribusikan ke Lansia Selain dari sisi dapur, hotel-hotel juga aktif mengedukasi tamu untuk bijak dalam mengambil makanan.  “Di meja-meja kami sudah ada stiker yang mengingatkan tamu: ambil makanan secukupnya, masih banyak orang yang membutuhkan. Karena ketika makanan sudah diambil dan tidak dimakan, itu tidak bisa dikelola lagi,” tambah Wahyu. Terkait dukungan terhadap program food bank, PHRI menyatakan akan mendukung dalam bentuk kegiatan sosial atau corporate social responsibility (CSR), bukan sebagai kewajiban.  “Kami sangat terbuka, dan jika itu melalui program CSR, tentu akan kami sampaikan kepada anggota PHRI khususnya di Kota Yogyakarta. Tapi sekali lagi, ini bukan makanan berlebih, melainkan makanan yang benar-benar dimasak khusus dari dana sosial yang dimiliki masing-masing hotel,” jelasnya. Wahyu juga menyoroti perlunya kejelasan dari Pemkot terkait teknis pelaksanaan program ini.  “Kami juga butuh informasi soal siapa yang akan menerima makanan dari food bank ini, bagaimana datanya, dan apakah ini ada kaitannya dengan program makan gratis dari pemerintah pusat untuk anak-anak sekolah. Kami belum dapat informasi lengkap soal itu,” katanya. Ia menambahkan bahwa hingga kini belum ada mekanisme yang pasti apakah CSR untuk food bank akan dikelola oleh masing-masing hotel atau melalui koordinasi PHRI.  “Hasil pertemuan kemarin belum mengarah ke bentuk yang final. Namun kami siap membagikan informasi ini kepada anggota dan mendata hotel mana saja yang bersedia terlibat dalam kegiatan sosial ini,” tandasnya. Dengan situasi industri perhotelan yang sedang tidak baik akibat penurunan tingkat hunian—khususnya hotel-hotel yang bergantung pada pasar pemerintah—PHRI berharap Pemkot juga memahami kondisi ini.  “Sejak awal tahun, hunian turun signifikan karena dampak Inpres, khususnya hotel yang 60 persen pasarnya dari pemerintah. Banyak hotel terpaksa melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja non-karyawan tetap,” ungkap Wahyu. PHRI DIY tetap membuka diri untuk bersinergi, namun berharap agar program food bank dilihat sebagai kolaborasi sosial sukarela, bukan kewajiban yang dibebankan kepada pelaku industri perhotelan di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi. (*)