Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Ketua Umum PHRI Nilai Kebijakan Gubernur Koster Larang Minuman Kemasan Plastik Sekali Pakai di Bawah 1 Liter Repotkan Para Turis

SHNet, Jakarta-Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Haryadi B. Sukamdani memastikan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, I Wayan Koster, yang melarang air minum kemasan di bawah satu liter akan menyusahkan para turis yang akan berkunjung ke Bali. “Pasti akan nyusahin para turis yang mau jalan-jalan ke Bali karena akan menjadi sangat repot jika mereka harus membawa-bawa air minum ukuran besar. Bisa dibayangi nggak bawa botol 1 liter yang gede, dibawanya gimana, kan nggak praktis. Mau jalan-jalan santai kok malah bawa beban begituan? Nggak masuk akal itu kebijakannya,” ujar Haryadi. Dia melihat dengan adanya larangan-larangan seperti itu menunjukkan Pemprov Bali tidak serius dengan penanganan sampah di wilayahnya. “Cara-cara seperti itu kan menunjukkan Pemprov Bali nggak serius menangani permasalahan sampah di wilayahnya dan mau cari gampangnya saja,” tukasnya. Kata Haryadi, yang harus turun tangan dan disalahkan dalam penanganan sampah di seluruh dunia manapun  adalah pemerintahnya. Dia mencontohkan seperti Singapura yang tidak ada batasan pemakaian plastik sekali pakai di sana. “Itu kan karena memang sampahnya diolah dengan sistem yang sudah berjalan dengan baik. Jadi, dalam hal pelarangan air minum kemasan di bawah satu liter ini jelas menunjukkan Pemprov Bali hanya cari gampangnya saja,” ucapnya. Dia mengatakan masalah sampah di Bali itu adalah masalah di pengolahan limbahnya, terutama limbah organik. Terkait dengan botol plastik, menurutnya, itu justru yang paling punya nilai komersial. “Artinya, dari semua limbah yang ada, limbah dari botol plastik itu yang paling mudah dijual. Jadi, mesti dilihat kembali yang tanggung jawabnya siapa sebenarnya kalau kita bicara sampah di Bali ini. Itu intinya,” tandasnya. Haryadi melihat pelarangan terhadap air minum kemasan plastik sekali pakai di bawah satu liter ini juga tidak akan mampu membereskan masalah sampah di Bali, jika Pemprov Bali tidak pernah membereskan pola mekanisme pengolahan limbahnya. “Ya sama saja, percuma juga lah karena Pemdanya tidak memfasilitasi. Mau enaknya saja, giliran swasta mau ikut investasi di bidang pengolahan sampah dibikin susah. Berarti mekanismenya nggak jalan. Apalagi yang dilarang itu adalah sampah botol-botol mineral yang secara komersilnya itu paling gampang dijual,” tukasnya. Apalagi, menurut Haryadi, Bali merupakan daerah pariwisata di mana banyak masyarakatnya yang menggantungkan hidup dari berjualan air minum dalam kemasan kecil kepada para wisatawan. “Apa hal itu tidak dipikirkan oleh Pemprovnya di mana akan banyak masyarakatnya yang jadi pengangguran,” tegasnya. Tidak hanya itu, sebagai daerah yang penghasilan utamanya justru dari pariwisata, menurut Haryadi, SE Gubernur Koster itu justru akan menghambat ekonomi di daerahnya. Pasalnya, selain banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, industri-industri air minum dalam kemasan dan industri UMKM yang mengandalkan bahan baku dari botol-botol bekas air minum kemasan juga akan terhambat pertumbuhan bisnisnya. “Akibatnya, kontribusi pajak ke pemerintah daerahnya juga akan turun dan merugikan bagi mereka sendiri,” ungkapnya. (cls)