Surabaya, IDN Times - Hotel-hotel di Jawa Timur (Jatim) berteriak di tengah efisiensi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pasalnya, kebijakan yang mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2025 ini mengakibatkan okupansi hotel terjun bebas di angka 20 persen.Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Dwi Cahyono mengatakan, saat hari H Lebaran 2025, rata-rata okupansi hotel hanya di kisaran 65 persen hingga 70 persen. Capaian itu jauh dibawah Lebaran tahun lalu yang bisa mencapai 90 persen. Artinya turun di kisaran 25 - 30 persen.Penurunan okupansi ini, kata Dwi, akibat daya beli masyarakat yang menurun. Kemudian banyak masyarakat yang enggan membelanjakan uangnya karena situasi ekonomi yang tidak mendukung. Kondisi ini diperburuk dengan kebijakan salah satu pemerintah provinsi (pemprov) yang melarang sekolah study tour. “Study tour itu berdampak lho terhadap okupansi hotel,” ujarnya.Padahal, lanjut Dwi, okupansi hotel sebelum lebaran sudah terseok-seok. Hanya sekitar 25 persen hingga 30 persen. Rendahnya okupansi hotel diprediksi akan berlanjut pasca Lebaran. Hal ini tidak lepas dari kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah. Rendahnya okupansi tersebut berdampak terhadap pegawai hotel. “Di sejumlah daerah sudah ada PHK (pemutusan hubungan kerja) pegawai. Tapi di Jatim belum,” ungkapnya.Menurut Dwi, sejumlah hotel di Jatim saat ini mengurangi hari kerja pegawai. Misalnya, dari enam hari kerja menjadi empat hari kerja. Kondisi ini mirip seperti saat pandemi COVID-19 beberapa waktu lalu. Pengurangan hari kerja ini tentu akan mengurangi biaya operasional hotel. “Jika kondisi seperti ini (penurunan okupansi) terus terjadi, tidak menutup kemungkinan terjadinya PHK,” katanya.PHRI juga mendesak agar pemerintah bijaksana dalam menyikapi permasalahan ini. Sebenarnya, katanya, PHRI sepakat akan efisiensinya. Namun, tidak sampai melarang kegiatan di hotel, terutama yang digelar oleh pemerintah. Kegiatan pemerintah yang diadakan di hotel, seperti rapat dan seminar, memberikan kontribusi besar terhadap omset perusahaan. Angkanya bisa mencapai 55 persen. “Efisiensi setuju, tapi jangan (kegiatan di hotel) dihilangkan sama sekali,” pintanya.Sementara itu, Pemprov Jatim tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi tersebut. Hal ini disebabkan oleh sistem atau kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. “Sebenarnya kalau menghilangkan kegiatan di hotel tidak tetapi hanya mengurangi acara yang digelar di hotel,” ucap Sekertaris Daerah (Sekdaprov) Jatim, Adhy Karyono.Adhy mengakui jika selama ini pemerintah menggelar acara di hotel serta jika keluar kota akan menginap di hotel. "Namun sekarang itu sudah kami kurangi sebagai langkah efisiensi," jelasnya. “Kita lihat apa memang perkembangannya nanti ada perubahan anggaran jika memang kondisinya,” tutupnya. Baca Juga: Cemburu, Pria di Trenggalek Habisi Kekasihnya di Kamar Hotel