KOTA BATU, RadarBangsa.co.id – Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran resmi diterbitkan oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Kebijakan tersebut mengarahkan seluruh kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi anggaran belanja negara dan daerah, dalam rangka menekan pemborosan dan meningkatkan efektivitas pengelolaan keuangan negara. Kebijakan ini bertujuan memperkuat stabilitas fiskal, menurunkan incremental capital output ratio (ICOR), serta meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi nasional. Menindaklanjuti Inpres tersebut, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 900/883/SJ pada 23 Februari 2025 tentang penyesuaian dan efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2025. Dalam SE tersebut, pemerintah daerah diminta mengurangi anggaran kegiatan seperti seminar dan focus group discussion (FGD), serta memangkas belanja perjalanan dinas hingga 50 persen. Selain itu, belanja honorarium juga dibatasi. Seluruh perangkat daerah diwajibkan melakukan penyesuaian belanja, terutama belanja yang bersumber dari Transfer ke Daerah (TKD). Ketua DPRD Kota Batu, Didik Subiyanto, SH, menegaskan bahwa Inpres dan SE Mendagri bersifat wajib dan memiliki konsekuensi hukum apabila tidak dijalankan. “Ini adalah perintah negara yang harus dipatuhi oleh seluruh daerah. Jika tidak dijalankan, akan ada risiko dan sanksi yang bisa dikenakan,” ujarnya, Kamis (10/4). Namun, implementasi efisiensi anggaran tersebut mulai dirasakan dampaknya oleh pelaku usaha di daerah. Ketua PHRI Kota Batu, Sujud Hariadi, menyebut bahwa sektor perhotelan dan restoran mulai mengalami penurunan pendapatan akibat berkurangnya kegiatan pemerintahan yang biasanya menggunakan fasilitas hotel dan restoran. “Kunjungan tamu hotel menurun hingga 30 persen dibanding tahun sebelumnya. Sebelumnya masih bertahan di angka 80 persen. Sekarang sudah terasa sekali penurunannya,” ujar Sujud. Ia menyebut, PHRI telah melakukan koordinasi internal untuk mengevaluasi dampak dari kebijakan tersebut. Sektor yang tergabung dalam PHRI Kota Batu, seperti perhotelan, restoran, pusat perbelanjaan, dan usaha jasa lainnya kini menghadapi tantangan serius dalam menjaga operasional dan tenaga kerja. Sementara itu, Manajer JTP Group 3, Ir. Suryo Widodo, mengatakan bahwa PHRI Kota Batu telah merencanakan audiensi dengan DPRD dan dinas terkait seperti BKAD dan Dispenda untuk mencari solusi terbaik. “Tujuannya agar efisiensi tidak berdampak langsung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan dan restoran. Kami juga berharap ada kebijakan keringanan pajak yang berpihak pada pengusaha,” ujarnya. Suryo berharap, hasil koordinasi PHRI pusat dengan DPR RI dapat mendorong adanya regulasi lanjutan dari pemerintah pusat untuk memberikan perlindungan dan stimulus kepada pelaku usaha di sektor pariwisata dan perhotelan. “Kalau ada kebijakan yang berpihak, maka potensi PHK bisa dihindari. Tapi jika tidak ada perubahan, maka sektor kami bisa terpaksa melakukan pengurangan karyawan,” pungkasnya Penulis : Heru IswantoEditor : Zainul Arifin